haris

Jumat, 11 September 2015

Talent Management HR dalam kondisi ekonomi slow down

Teman kembali lagi dengan topik di atas.

Bagaimana sikap praktisi HR terkait talent management dalam kondisi ekonomi slow down ?

Menarik sekali seperti di hampir semua organisasi bagaimana pemimpin eksekutif perusahaan CEO  meminta peran HR (baca CHRO) untuk lebih meningkat dan lebih tajam dan berat  terkait dengan jalannya perusahaan yang dinahkodai oleh Talent-talentnya yang harus bisa menciptakan double digit bisnis goal-nya dan juga mampu menciptakan talent masa depan.

Mungkin tidak terlambat untuk kemajuan tahun 2016 ke depan, karena seperti diketahui dihampir kebanyakan organisasi yang menjadi tantangan tahun ini adalah :
1. Sedikit talent yang dimiliki (bagaimana persiapan anda dengan group milenia yang sudah meningkat jumlahnya di sebuah organisasi)
2. Bagaimana strategi perusahaan terkait dengan hal di atas
3. Tidak banyak pemimpin yang "jadi" dalam sebuah perusahaan , mengingat potensi ada, performa ada, budaya perusahaan  sudah mendukung  tetapi rencana pengembangan karir tidak punya? (succession plan).
4. Penting untuk dilakukan adalah memetakan demograpi organsasi, berapa pasukan khusus anda, pasukan regular dan mungkin satuan tempur anda.  Permasalahan nya praktisi HR kebanyakan kurang suka dengan statistik.  Jadi apabila melakukan perencanaan kebutuhan tenaga kerja terkait strategi korporasi ke depan, belum mampu untuk menentukan siapa-siapa saja orang hebatnya dalam lima  tahun ke depan.
5.  Penempatan orang yang tepat pada waktu yang tepat, mutu yang tepat , jumlah yang pas, anggaran yang tepat, posisi yang tepat, kompetensi yang tepat dan juga budaya yang tepat.  Kesemuanya ini harus dianalisa (predictive analysis), untuk memperoleh keefektifan dari proses talent manajemen itu sendiri.
6.Mengelola tranformasi perubahan dan budaya, banyak talent yang kita kembangkan atau kita beli dari luar tidak bisa menyesuaikan kondisi kerjanya dan ritme kerja, sehingga kembali organisasi kehilangan talent yang sudah dikembangkan dan diharapkan menjadi pemimpin organisasi.

Hal di atas tentu bisa mengusik tidur kita sebagai praktisi HR, atau dengan kata lain kita harus bangun terus dan tidak boleh lelap sedikitpun,  kenapa bisa terjadi dan bagaimana mendapatkan terobosan untuk dapat melaluinya dengan mulus dan selamat. ?

Ini boleh dikatakan belum semua organisasi sungguh-sungguh menjalankan strategi talent dalam sistem TMS Talent Management Suite nya..  Beberapa sebab yang bisa kita gali antara lain :
1. Belum tahu apa itu talent atau A player (sang kontributor)
2. Banyak yang disebut sebagai manajer atau kepala bagian masih memiliki hambatan visi tentang bagaimana mempersiapkan talent adalah tanggung jawab utama user, praktisi HR hanya mengarahkan, memberi metoodologi  dan ikut mengelola dengan baik
3. Masih terjebak dengan "day to day activities" sehingga tidak mampu menerjemahkan sasaran jangka panjang dan sasaran jangka pendek organisasi, artinya belum menjadi agent perubahan dan tidak mau bertransformasi
4. Belum bisa membedakan counseling (masa lalu), mentoring (masa kini) dan coaching (masa depan)  dan coaching pun dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, sehingga sang calon talent kembali keluar dari organisasi anda (bad school)
5. Strategi talent tidak dikaitkan secara optimal dengan analisa anggaran belanja organisasi, oleh sebab itu salah satu masukkan pabila saya menyampaikan pada teman-teman baru saya dalam workshop, saya selalu menyampaikan seorang recruiter (manajer atau petugas) harus memahami konsep total rewards dengan baik dan harus menjadi business intelegent bagi organisasinya.
6. Dan yang tak kalah penting sang leader level 5 (CEO) harus memimpin sistem TMS disamping mendapat masukan dari CHRO.



Terkait hal diatas maka kita harus merevisit atau  melihat kembali strategi HR yang sudah dijalankan, biasanya perlu perbaikan di kiri dan kanan, karena itu proses PDCA, semangat dan spirit perbaikan berkesinambungan pada operasional HR.

Pada kondisi ekonomi slow down disituasi (yang kebanyakan praktisi HR di seluruh dunia menyebutnya VUCA Volatility Uncertainty Complexity Ambiguity)  saat ini maka seorang praktsi HR haruslah menjadi kreatif dan inovatif bagaimana mengendarai perangkat HR nya menjadi HR BISNIS membantu CEO nya dalam mengubah "organisasi value proposition" untuk tetap survive dan tetap menjadi market leader..  Dimana pada industri maju di kebanyakan negara barat atau region mereka  melakukan pengoptimalisasian penggunaan sistem manajemen talentnya bukan hanya mengandalkan sistem IT atau cloudnya tetapi pada esensinya adalah memahami betul makna dibalik TMS itu sendiri. Dimana leader harus engage pada karyawan dan pekerjaannya disebut juga menjadi manajer integral (bukan menjadi manajer survivalist).

Jadi ada 6 langkah yang telah dilakukan oleh sebagian besar organisasi mungkin termasuk organisasi yang anda pimpin antara lain :

1. Skala kematangan departemen HR
     Lihat sudah sejauh mana pergerakan organisasi yang anda pimpin, apa yang sudah dicapai dan apa yang belum dan apa yang harus anda lakukan dalam jangka waktu dekat dan panjang.  Maka seorang praktisi HR (maksudnya Direktur dan manajer HR) harus sudah tahu dan mempunyai kapabilitas untuk memastikan  dalam 5 tahun siapa yang menjadi talent-talent wow dan siap menjadi pemimpin masa depan.  Ini boleh disebut juga HR melakukan "prioritas".

2. HR yang bisnis agility adalah praktisi HR yang tidak menunggu, tetapi menjadi HR yang jemput bola.  Bilamana dihubungkan dengan hal R&D dalam sebuah organisasi, terkait dengan bocornya rahasia desain produk, maka HR harus mampu melihat etika bisnis yang ada dalam sistem yang berjalan.  Apakah masih ada kesimpangsiuran akan kebijakan internal atau hal tersebut terkait dengan kompetensi yang belum mencapai persyaratan yang diinginkan .   Jadi praktisi HR juga harus memahami proses training dalam lingkup R&D, ini yang kita kenal dengan praktisi HR harus terus belajar dari proses bisnis organisasi .

3. Analisa prediktif
Harus dibiasakan dari konsep kualitatif yang dilakukan selama ini harus mengarah kepada kuantitatif, artinya segala sesuatunya dimulai dengan data dan diproses dengan statistik bila perlu.  Dalam banyak hal bila menyelesaikan setiap masalah HR lakukan analisa prediktif yang lebih bersifat advance.  Sehingga tidak terjadi pemborosan dan anda tetap selamat dengan talen-talent wow -nya tanpa satupun yang meninggalkan organisasi anda alias bukan atau belum menjadi "employer of choice".

4. Analisa korektif
   Sebenarnya analisa ini tidak perlu terjadi apabila no 3 di atas sudah menjadi budaya organisasi. Dan hal tersebut menuntut kepiawaian atau gaya kepemimpinan organisasi anda.  Dalam banyak hal praktisi HR hanya menunggu (pasif) apabila ada masalah terkait dengan "slow down" dalam organisasi , misalnya dalam divisi sales.  Harus mampu membedakan atau mendesain pemecahan masalah apa yang harus diberikan (bantuan bagi team sales) apabila ada turn over /TO/artrisi yang tinggi s  dan ketidak mampuan team tersebut dalam menjual produk di outlet (produktivitas sales turun) .  Untuk yang pertama barangkali perlu diperbaiki strategi TOTAL REWARDS nya sedangkan yang kedua coba lihat hasil penilaian kompetensi dari team sales.  Inilah yang disebut mampu mendesain model penilaian yang tepat (pemecahan masalah).

5. Matriks dan ukuran
   Pastikan departemen HR benar-benar dibutuhkan oleh user, jadi apapun yang diimplementasikan dalam organisasi yang terkait dengan "employee life cycle" harus ada ukuran atau matriks yang dipakai, sehingga kita dapat mengukur kemajuan atau progres dari program HR yang diadopsi ileh user.  Contohnya adalah keluaran kepala departemen (line manager) terkait dengan potensi talent dari teamnya haruslah dilakukan dengan benar, transparan dan profesional.  Bukan berdasarkan azas suka dan tidak suka meski ini sulit karena bersifat subyektif.  Perkuat konteks penggunaan matriks performance potential.

6. Strategi Total Rewards yang melihat pasar
  Dibutuhkan kejelian dan kecermatan dalam memaparkan kenapa organisasi anda harus berbeda dengan strategi Total Rewards organisasi lain bahkan pesaing anda. Biasakan melihat organisasi yang lebih baik dari internal anda (jangan sekali-kali melihat ke bawah)  yang akan menantang pihak manajemen untuk benar-benar mampu meretensi talent-talent wow organisasi.

Tentu masih banyak  solusi diluar ini, untuk sementara ini yang bisa saya bagikan.

Kita praktisi HR harus maju ke depan menjadi HR strategis yang menjadi HR BISNIS.

Semoga bermanfaat.

Majulah Indonesia. Majulah SDM Indonesia.

Salam
Haris H. Sidauruk
+62816851015
+6281297532510
Grow grain grow trees grow people grow talent grooming leader
Topi kupluk kecil









Tidak ada komentar:

Posting Komentar